Saya punya seorang
sahabat bernama Pak Suriadi yang pekerjaannya sehari-hari adalah mekanik pada
bengkel mobil sederhana miliknya sendiri di kota saya. Beliau seorang yang taat
ibadahnya dan istiqomah melaksanakan Sholat berjamaah di masjid. Pokoknya meskipun
pekerjaannya banyak menyita waktu dan penuh dengan rintangan untuk yang namanya
sholat apalagi berjamaah ke masjid merupakan suatu hal yang sulit untuk dapat
istiqomah seperti pak Suriadi ini. Bayangkan saja, sering sekali beliau lagi
sibuk membongkar mesin di kolong mobil dengan tubuh yang clemotan oli kotor
tiba-tiba terdengar azan dari masjid yang berjarak lebih kurang 700 meter dari
bengkelnya, lalu beliau keluar dari kolong mobil, mandi, berwudhu’dan tancap ke
masjid untuk sholat dzuhur, pulang sholat dzuhur beliau makan, ganti pakaian
masuk kolong lagi, clemotan lagi dan tak terasa waktu berjalan terdengar azan
untuk sholat Ashar, beliu keluar kolong lagi dan tancap ke masjid. Begitu
rutinitas beliau dari azan ke azan berikutnya dan itu sudah dilakoni oleh
beliau sejak lima tahun belakangan ini, orang bilang pak Suriadi dapat hidayah
sejak ikut usaha dakwah jamaah jaulah atau apa namanya, karena sebelum itu pak
Suriadi termasuk golongan orang yang tak peduli dengan yang namanya kegiatan berbau
agama.
Suatu hari sahabat saya
ini kedatangan seorang tamu yang tak lain adalah abang kandungnya sendiri, beliau
memanggilnya Kang Samin, datang dari kampung mereka di Pematang Siantar. Layaknya
dua saudara yang sudah lama tidak bertemu mereka begitu akrab dan senang atas
pertemuan ini. Sepenggal dari percakapan mereka saya dengar seperti ini :
“Kamu hebat dik”, kata
Kang Samin “Sudah banyak perubahan pada dirimu“.
“Apa yang berubah Kang ?”
tanya sahabat saya.
”Sekarang wajahmu terlihat bersih, teduh,dan berwibawa
ditambah lagi jenggotmu itu loh, seperti orang-orang yang kalo sore-sore suka
ngajak-ngajak sholat berjamaah di masjid, yang nginap dari masjid yang satu ke
masjid lain itu, pakaianmu juga”.
“Oh begitu,ya iyalah Kang kita harus berubah dari yang kurang baik kepada
yang baik Kang. Alhamdulillah sekarang saya istiqomah melaksanakan perintah
Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Nanti maghrib kita ke masjid ya Kang ?”kata
pak Suriadi.
”Lah,ngapain ke masjid ? Apa ada Mauludan ?” Tanya Kang Samin
dengan wajah ndeso yang lagi heran.
“Bukan Mauludan Kang, tapi sholat maghrib
berjamaah di masjid, sunnahnya begitu Kang “. Kang Samin semakin kagum pada
adiknya ini, dan ketika maghrib tiba Kang Samin tak kuasa menolak ajakan
adiknya untuk dibonceng motor ke masjid.
Tiba di masjid Kang Samin celingukan
memandangi sekeliling ruangan masjid, dalam hatinya dia mengagumi adiknya yang
tidak canggung-canggung menghidupkan pengeras suara lalu azan dengan suara
lantang. Bathin Kang Samin berdecak-decak,
”Jangankan di masjid yang semegah
dan sebersih ini, di masjid kampung saya yang memprihatinkan, kecil dan kumuh
yang jamaah jumatnya cuma lima belasan
orang saja saya nggak berani duduk atau berdiri di kawasan dekat imam, apa
lagi azan seperti dia, wah…wah..”.
Singkat cerita usailah
sholat maghrib, seperti biasa sebahagian jamaah tidak langsung pulang ke rumah
termasuk sahabatku Pak Suriadi ini biasanya bergabung ke dalam golongan jamaah
yang tidak langsung pulang melainkan menunggu masuk waktu sholat isya’ di teras
masjid, katanya sambil ngobrol sambil muzakarah begitu, tapi kalau saya amati
lebih banyak ngobrolnya dari muzakarahnya, sepuluh buang sembilanlah. Tapi tak
apalah dulu karena yang menjadi sorotan dalam cerita ini adalah Kang Samin. Mau
tidak mau Kang Samin ikut gabung di lingkaran “muzakarah“ ini, topik
“muzakarahnya pun macam-macam,mulai dari pahala sholat berjamaah, keluar ke
harga sawit,keluar ke benjolan di ketiak seorang hadirin, keluar lagi ke merek
minyak wangi, ke beda sabun colek dengan deterjen, ke PSSI yang waktu itu
sedang ricuh-ricuhnya, ke puncak gunung Bromo, ke penyakit mata, dan terakhir
ke bisnis bulu matanya Syahrini. Benar bukan? “Muzakarah sepuluh buang Sembilan
“. Akan halnya Kang Samin hanya menjadi pendengar budimanlah saat itu, hanya
sesekali dia ikut tertawa kalau ada hadirin yang tertawa, pasalnya Kang Samin
takut kalau dikira budek atau tuli kalau nggak sesekali nimbrung tertawa.
Selesailah sholat isya’
Kang Samin kembali dibonceng adiknya pulang, lalu makan, lalu nonton tv, lalu setelah
itu tidur karena sahabat saya Pak Suriadi sudah biasa tidur pukul dua puluh
satu,soalnya besok kan harus bangun cepat untuk sholat subuh. Padahal sejak
Kang Samin naik bus dari Pematang Siantar,beliau sudah mengharapkan nanti malam
dijamu oleh adiknya untuk sekedar makan-makan di warung mie Aceh seperti enam
tahun yang lalu dia berkunjung ke rumah adiknya Suriadi ini. “Ah…tak
apalah,mungkin besok malam “,desah hati Kang Samin dia pun tertidur di depan
televisi. Eh, perasaan Kang Samin satu mimpi belum usai beliau sudah
dibangunkan adiknya itu : Kang,Kang Samin ! Bangun sudah jam empat , ayo mandi
ke sumur, kita mau sholat subuh ke masjid “. Setengah terbangun Kang Samin
bangkit juga menuju ke arah sumur di belakang rumah , dia berpapasan dengan
adiknya di pintu dapur dan dilihatnya adiknya yang berjenggot lebat tanpa kumis
itu sudah siap dengan pakaian gamis putih,celana putih yang tingginya di atas
mata kaki,duduk di atas sepeda motornya menghadap pintu ke luar. Kang Samin
nggak pakai mandi lagi,melainkan hanya mencuci muka,membasuh
kaki,mengorek-ngorek lobang hidungnya dan hap ! Selesai. Tiba-tiba saja Kang
Samin sudah nagkring di boncengan adiknya si jenggot itu,dan bruum tancap ke
masjid. Tujuh kali Kang Samin menguap panjang selama perjalanan menuju masjid
itu,akhirnya sampailah mereka di masjid yang maghrib semalam dikagumi Kang
Samin. “ Assalamu alaikum Ustazd !”,tegur seseorang kepada Pak Suriadi.
“Alaikum salam !” ,dijawab enteng sambil senyam-senyum oleh adiknya
tersebut.”Adikku di sapa Ustazd oleh orang di kampung ini rupanya “,bathin Kang
Samin setengah kagum setengah geli.” Ustazd dari Hongkong ! “ fikirnya,karena
dia tau betul adiknya ini,wong seperti dia , ngaji aja nggak becus , kok
dipanggil ustazd. “Tapi tak mengapa, habis sholat subuh nanti aku tancap tidur
lagi”, fikir Kang Samin sederhana Sambil menguap yang ke tujuh lagi selama di
masjid ini. Pak “Ustazd “ Suriadi pun bangkit azan dan tak lama
selesai,orang-orang bangkit dan Kang Samin pun bangkit sholat. “Oh, kalau
sholat subuh nggak boleh berjamaah kali ya ? “ fikir Kang Samin karena
dilihatnya orang-orang angkat takbir sendiri-sendiri bahkan sudah ada yang
ruku’,Kang Samin pun Sholat subuh. Takut ketinggalan sendiri Kang Samin tancap
gas , baru satu raka’at Kang Samin salam kiri kanan. “Alhamdulillah nggak
terlambat,kalau terlambat kan malu dilihati orang “,fikir Kang Samin. Pak
Suriadi bangkit lagi untuk iqamah dan orang-orang bangkit lagi. “ Loh ! Mau ke
mana ?” fikiran Kang Samin sibuk seperti sinyal selular pada jam-jam sibuk.Orang-orang
berdiri di satu shaf, Kang Samin ikut saja.”Terserahlah,mau sholat apa ini ya
Allah,aku ikut imam saja,Allahu Akbar”,Kang Samin pasang niat tan langsung
takbirotul ‘ula,karena menurut beliau tadi dia sudah sholat shubuh dua raka’at
meski diskon satu.
Singkat cerita sholat
shubuh pun klar,zikir wiridan klar,doa pun klar,orang-orang bangkit,Kang Samin
juga bangkit,cuma celakanya bagi Kang Samin orang-orang bangkit menju berkumpul
di depan imam yang mau bayan shubuh,Kang Samin bangkit menuju pintu keluar.”Kang
Samin ! “ panggil pak Suriadi kepada kakangnya ini,Kang Samin menoleh,pak
Suriadi melambaikan tangannya memberi isyarat agar kakangnya duduk di sini di
dekatnya mendengarkan bayan shubuh menggapai hidayah.Dengan perasaan gugup
bebaur kesal Kang Samin menuruti perintah ustazd “dari Hongkong” ini.”Apa lagi
sih ini ?” gerutu otaknya. Lebih kurang sepuluh menit imam shubuh menyampaikan
mutiara-mutiara hadist baginda Rasulullah,Kang Samin tidak mendapatkan satu pun
kesimpulan di dalam benaknya untuk di bawanya pulang ke Pematang Siantar,karena
selama imam bayan shubuh itu Kang Samin sungguh kerja keras menahan kantuknya
yang luar biasa. Dan yang luar biasanya lagi dalam hati Kang Samin bertekad :
“Nggak kerjaan ini ! Besok subuh aku nggak bakal mau dibanguni!”
Waktu dzuhur tiba,Pak
Suriadi stand by dengan gamis putih celana kebanjirannya dalam pandangan Kang
Samin , Kang Samin pura-pura sibuk merapikan kunci-kunci pas yang berserakan. “
Sudah Kang,biarin nanti diberesin anggota itu,ayo kita sholat !” Kang Samin
berkilah : “ Belum berwudhu’ !”. “Berwudhu’ di masjid aja nanti ! “ tukas pak
Suriadi. Tak ada alas an lagi kang Samin manut membonceng di sepeda motor
adiknya.Tak ada kecelakaan bagi Kang Samin selama melaksanakan sholat dzuhur
karena bukankah pengalaman the first of sholat shubuh bagi Kang Samin adalah
pelajaran yang tak terlupakan.
Waktu Ashar telah tiba
pula, Kang Samin berharap dalam hati agar suara azan tidak sampai menyuruk ke
bawah mobil di mana adiknya klontang- klonteng di sana. Tapi dasar ustazd
jenggot, adiknya itu seolah-olah sudah benar-benar mahir dalam menaksir
waktu-waktu sholat di mana dia harus ke masjid,buktinya tak berapa lama adiknya
itu sudah siap lagi dengan gamis putihnya.”Ayo kang !”. Kang Samin kesal
benar:” Berwudhu’ di masjid aja kan ?”,katanya sambil duduk di belakang pak
Suriadi.
Maghrib , dan Isya di
hari kedua kunjungan muhibbah Kang Samin ke rumah adiknya ini tak ada insiden
yang berarti,namun setelah pulang dari masjid ba’da Isya dan usai makan malam
terjadilah keributan di hati Kang Samin. Beliau bertengkar dengan dirinya
sendiri,pasalnya tak lain dan tak bukan adalah mie Aceh yang diidam-idamkannya
tak kunjung masuk ke perutnya karena adiknya Pak Suriadi sepertinya sekarang
tak punya kemauan lagi untuk jalan ke kota seperti enam tahun yang lalu,katanya
kota itu sama dengan pasar dan menurut hadist Rasulullah tempat yang paling
dibenci Allah adalah pasar.”Aku kalau nggak untuk urusan yang penting nggak mau
ke kota kang Samin , soalnya ke kota sama dengan ke pasar,di sana segala ragam
manusia berseliweran tanpa etika dan buka-buka aurat,haram hukumnya memandang
aurat bukan muhrim”. Begitu kata Pak Suriadi kepada Kang Samin ketika ngobrol
sarapan pagi tadi sehingga usai makan malam ini Kang Samin hilang selera untuk
mengajak adiknya itu ke kota , akan tetapi di sisi lain selera Kang Samin
meluap-luap terhadap aroma dan rasa mie Aceh yang dirasainya enam tahun silam.
Keributan di dalam hati
Kang Samin terekam dalam dialog sebagai berkut : “Aku kan sudah bilang nggak
usah kunjungan-kunjungan muhibbah segala lah ke rumah Suriadi !“,kata hati Kang
Samin. Nafsu Kang Samin mendadak emosi mendengar ocehan bernada menyalahkan
begitu,”Bukan masalah kunjungan muhibbah,itu kan Cuma judul kedatangan saja !” Hati
Kang Samin bertanya dengan sabar,”Kalau bukan masalah kunjungan muhibbah ini
masalah apa lagi yang membuat kamu dari tadi uring-uringan terus ? ” Nafsu Kang
Samin naik darah menggebrak dinding hati Kang Samin sambil berteriak : “ Mie
Aceeeh,mie Aceeeeeh,itu masalahnya !“ Hati Kang Samin agak kecut digebrak
begitu,beliau berkata : “ Ya udah ajak Suriadi sekarang ke kota makan mie
Aceh”. “Diam kau ! Suriadi itu sudah mematikan nafsunya untuk dunia ini,dia
nggak mau ke kota banyak aurat berseliweran , haram katanya!”, “Memang begitu
mestinya”,kata hati Kang Samin menyela.
“ Diam Kau !”,kata nafsu Kang Samin dengan wajah merah darah. Dibentak begitu
hati Kang Samin terdiam,nafsunya juga diam.Akhirnya aroma dan rasa mie Aceh
idaman Kang Samin menghantarkannya menuju tidur nyenyak tanpa mimpi sama
sekali,mungkin kecapean pasca keributan tadi.
Entah karena tidurnya
cukup nyenyak atau karena kesal yang telah jenuh selama dua hari cuma diajak
dari rumah ke masjid,dari masjid ke rumah saja Kang Samin dengan mudah
dibangunkan Pak Suriadi dan menurut saja di ajak sholat shubuh ke
masjid.Sepanjang jalan bahkan sampai sholat usai dan bayan shubuh pak imam
rampung,tak sekalipun Kang Samin menguap. Hanya saja perubahan terjadi di pihak
Kang Samin,bahwa beliau sejak keributan tadi malam Kang Samin diam seribu kata.
Ketika waktu dzuhur
diajak kemasjid oleh adiknya,dia diam tapi menurut berboncengan masih tetap
diam,entah berwudhu’ entah tidak Kang Samin langsung masuk shaf yang kebetulan
mereka agak ketinggalan takbirotul ‘ula. Tak ada cerita menarik dari sholat
dzuhur kali ini.Kang samin diam membisu sementara Pak Suriadi sahabat saya itu
tidak menaruh perhatian kearah itu. Seusai makan siang Kang Samin langsung
merebahkan diri di depan televisi dan tidur berkeringat begitu nyenyaknya.
Sampai menjelang tiba waktu Ashar Kang Samin masih pulas dengan wajah yang
kalau diamati dengan cermat seperti memendam kekesalan yang luar biasa.
Sahabatku Pak Suriadi
sudah siap mandi dan sudah mengenakan baju sholatnya yang biasa,gamis putih
dengan celana panjang di atas mata kaki. Jenggotnya masih basah dibiarkan
begitu saja,kopiah putih nangkring dengan manis di atas rambutnya yang basah juga,nur
hidayah seakan memancar dari wajahnya. Tenang dan perlahan beliau sentuh tubuh
Kang Samin untuk membangunkannya.
“Kang… bangun Kang…”
Kang Samin membuka mata
dan berusaha duduk.
“Eneng opo ?” , tanya
Kang Samin.
“Ayo ke masjid sholat
Ashar…Kang…”
“Wueleh ! Iku mneh,iku
mneh ! Bosan aku ! Jawab Kang Samin tidak bergerak dari duduknya. Mungkin
maksud kata-kata Kang Samin itu adalah :
Sholat lagi,sholat lagi ! Membosankan !
Astaghfirullah,sampai
sebegitunyakah pandangan sebahagian umat ini terhadap perintah sholat ?
( Rantauprapat,25 Mei
2013 )