Muhasyabah
Sholat dan amalan zikir ba’da
Subuh di masjid baru saja ditutup imam dengan istighfar dan sholawat atas
Muhammad ibnu Abdullah.Langit mulai menampakkan warna abu,pertanda matahari
mulai mendekati kaki langit di timur sana untuk selanjutnya ia lengkapi titah
ilahi atasnya yaitu menebarkan sumber kehidupan dan keindahan bagi bumi dan
segala makhluk yang mendiaminya sampai nanti sebelum senja di mana gelap akan
menenggelamkannya di lazuardi sebelah barat.
Subuh ini adalah subuh ke dua
puluh delapan Ramadhan 1434 Hijriah.Dua atau tiga subuh lagi Ramadhan akan
berlalu meninggalkan para perindu syurga pelantun munajat di masjid-masjid di
seluruh dunia,ya… di seluruh jagad raya ini.
Akan halnya aku, di subuh ini aku
terpuruk dalam kesedihan yang indah setelah dalam i’tikafku malam tadi
kujelajahi jejak yang terukir di sepanjang jalan di belakangku dari Ramadhan ke
Ramadhan sepanjang ingatanku.Duhai,ke mana indahnya Ramadhan masa kanak-kanakku
ketika mengumpul jambu klutuk,rambutan, dan mangga siang harinya untuk di makan
nanti setelah berbuka ? Ke mana indahnya Ramadhan di kampung menjelang remajaku , ketika sholat tarawihku
tak pernah khusuk karena menanti saat tadarus Alquran yang biasanya mataku dan mata puteri Pak
Rahim selalu kami pertemukan ? Di mana pula indahnya Buka puasa bersama ketika
aku menjadi ketua Remaja Masjid Attaqwa Jalan Gajahmada Rantauprapat , saat aku
ke GE – Eran karena menurut perasaanku waktu itu ada dua atau tiga gadis yang
menaruh hati padaku ? Keindahan masa-masa tersebutlah yang membuat aku terpuruk
dalam kesedihan ini.
Ternyata waktu adalah pedang yang
memisahkan aku dengan semua keindahan itu,namun saat ini aku telah menemukan
keindahan baru yang jauh lebih asyik-masyu’,keindahan itu kuperoleh setelah aku
tau bahwa waktu jugalah yang akan mengusung maut untuk merenggut keindahan dan
kelezatan dunia ini dalam jumlah segalanya.