Bismillahirrohmanirrohiiim,bismillahillazi laa ilaaha
illa hualhayyulqoyyuum ; Bismillahillazi laa ilaaha illa hua zulzalaali wal
ikrom ; Bismillahillazi laa yadhurru ma’aasmihi sai umfil ardhi,walaa
fissamaa’i wahuassamii’ul aliim…Allahumma sholli ‘alaa sayyidina
Muhammad,wa’ala aali sayyidina Muhammad. Ditutupnya
zikirnya subuh ini ,dimulainya hari dengan nama penguasa langit dan bumi , dan
tak lupa dimohonkannya pula doa salam agar terlimpah kepada kekasih dan
kecintaan Allah ; Muhammad Ibni ‘Abdillah sebagai penyerahan segala urusan
hanya kepada-Nya, dan penghormatan serta kerinduannya kepada Baginda Rasulullah
yang tak seorang muslim pun tak
meneteskan air mata ketika berada di depan makamnya di sebuah sudut di Masjid
Nabawi,di kota Madinah yang bercahaya. Diulang-ulanginya salawat itu dengan suara
lirih agar kerinduan itu lekat erat menghiasi dinding hati yang cahaya dan
keindahannya diharapkannya dapat terpancar hingga pada lisan dan
pendengarannya,pada gerak dan langkah kakinya.
Subuh ini
lelaki setengah baya itu mungkin sedang
larut dalam keindahan rasa , karena sejuknya udara terasa indah di hatinya. Cahaya lampu hias
yang keemasan,dipandang indah. Aroma minyak wangi yang terhirup, juga membawa
nuansa indah. Cahaya subuh yang mulai mengusir gelap di luar sana, mengukirkan
efek yang indah. Dihirupnya nafas dalam-dalam, “ Begitu indah subuh ini…. “
kata hatinya. Diliriknya sahabatnya Yasir di bahagian lain di masjid itu yang
masih tafakur sambil tangannya asyik memetik buah-buah tasbih tanpa suara tanpa
kata-kata,pemandangan itu juga indah di hatinya.
Sebenarnya dia masih ingin berlama-lama
bersimpuh di masjid ini, namun entah kenapa seperti ada sesuatu di luar sana
yang mengajaknya untuk segera membuka sila. Perlahan dia bangkit meninggalkan
sahabatnya Yasir sendiri dalam asyik masyuknya berzikir. Subhanallah ! Dia
terperanjat luar biasa karena begitu dia menghenyakkan kakinya ke lantai
tubuhnya melayang sampai kepalanya menyentuh langit-langit masjid. Subhanallah
! Subhanallah ! , teriaknya dan hentakan kepalanya di langit-langit membuat tubuhnya
kembali melayang ke bawah hingga kakinya menyentuh lantai. Seperti sehelai bulu
angsa tubuhnya begitu ringan . Subhanallah…subhanallah…subhanallah… bisiknya
berkepanjangan menghilangkan rasa terkejutnya atas kejadian ini dan kalimah itu
mebuat hatinya tenang serta mengekalkan keindahan dalam segenap jiwa dan
raganya.
Dia mencoba
melangkahkan kaki kearah pintu dan ternyata energy yang digunakannya untuk
melangkah itu mampu menghantarkan hingga
ke depan pintu yang jauhnya lebih kurang sepuluh meter dari tempat berdirinya
semula,dia tidak terjatuh dan dia mulai menikmati keajaiban ini. Dia berbalik
kearah dalam masjid ingin mencoba keanehan yang terjadi pada dirinya ini. Kali
ini kedua kakinya serentak ia tumpukan seperti akan melompat ala katak dan , Hap
!!! Tiba-tiba saja dia sudah menempel di dinding masjid dekat dengan
langit-langit. “Hmmm…tak seorang manusia pun yang tau rencana dan kehendak
Allah…” Fikirnya. “Siapa sangka kalau subuh ini Allah telah jadikan aku seorang
Badman “. Hap! , dia pun mencoba ke sisi dinding lain, dan ziiip! Berhasil. Hap
! dan ziiip ! Hap ! Dan ziiip ! Gamis putihnya berkibaran ke sana-ke mari
menimbulkan suara klepak-klepak karena dia benar-benar terbang seperti
kelelawar besar berwarna putih. Sungguh aneh,begitu riuhnya the white badman ini beraksi namun
sahabatnya Yasir tetap dalam kekhusu’an zikirnya kepada Allah.
Setelah
berulangkali bermanuver dari sisi dinding satu ke sisi dinding yang lain,bahkan
sampai-sampai dia Rolling on the sky
beberapa kali,akhirnya white badman
ini penat juga,ia bermaksud segera pulang dan menceritakan kebesaran Allah ini
kepada isterinya.Seperti kelelawar yang akan menyergap mangsa dia pun terbang
kearah pintu melintasi halaman dan landing dengan sempurna persis di depan
pintu gerbang masjid ; “ Realy ! Ini bukan mimpi !” Bisiknya menegaskan dan
menguatkan hatinya. “Subhanallah… Subhanallah… Subhanallah “,kembali dia
bertasbih. Dia memandang alam sekitar dan sekali lagi dia diterpa rasa takjub
yang luar biasa akan suatu keindahan yang tak dapat digambarkan dengan
kata-kata karena rerimbunan pohon yang ada di seberang jalan telah berubah
menjadi taman yang tertata rapi pada pandangannya dalam remang kabut temaram.
Dengan liar matanya bergerak kearah kanan dan kiri ingin mengetahui secara cepat
apakah seluruh alam telah berubah tiba-tiba.Dan benar saja seluruh alam sejauh
matanya bisa menangkap telah berubah. Tak ada rumah-rumah , pos kamling , Tiang
listrik , warung sarapan pagi , dan tak ada juga kenderaan lalu lalang meski
sebuah. Seluruh pandangannya telah berubah indah dan ini bukan khayal tapi
sungguhan, bukan pula mimpi tapi kenyataan karena jelas dia sedang berdiri di
depan pintu gerbang masjid Al-Ikhlas Lingkungan Aek Siranda,Kelurahan
Siringo-ringo,Kecamatan Rantau Utara,Kabupaten Labuhanbatu,Provinsi Sumatera
Utara,kode pos 21413. Fikirannya juga
jernih tanpa rasa tertekan,takut,bingung,dan sejenis itu,buktinya dia masih
ingat sampai ke kode-kode pos segala dan dia juga ingat jalan pulang arah ke kanan
Allahu Akbar !
Semakin bertambah-tambah imannya kepada Allah atas perubahan yang terjadi
ini.”Innamaa amruhuu izaa arooda syai an Ayyaquula lahuu kun faya kuun.
Fasubhaanallazi biyadihii mala kuu tu kulli syai iwwa ilaihi
turja’uuun”.(Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu,Dia hanya
berkata kepadanya : Jadilah !,maka jadialah sesuatu itu.Maha suci Allah yang di
tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan).
Ya…semakin kuat keyakinannya semakin indah pandangannya,semakin bahagia
perasaannya,bahkan kebahagiaan ini adalah kebahagiaan yang meluap karena tak
cukup hatinya yang sepotong itu menampungnya sehingga melimpah kemana-mana,ke
tangan dan kaki ,ke hidung dan telinga,ke mata, ke kuku,ke rambut hingga
seluruh bulu-bulu yang ada,ke seluruh nadi , ke usus-ususnya , ke bilik kanan
dan bilik kiri jantungnya, ke pembuluh vena dan arteri , ke tulang dan
sumsumnya,subhanallah…
Ia pun melangkah
membawa segenap kebahagiaan hati dan keindahan pandangannya menuju rumahnya
agar bertemu dengan isteri tempatnya berbagi kebahagiaan. Sepanjang perjalanan
menuju rumahnya,tak henti hentinya dia bertasbih kepada Allah karena
pohon-pohon seakan berebutan memperlihatkan keindahannya masing-masing dengan
bunga yang besar-besar berwarna-warni melambai dan menjulurkan tangkainya
sehingga harum yang terkibas dari kelopak-kelopaknya menebarkan harum yang luar
biasa dan tak pernah tercium olehnya sepanjang usianya. Ternayata dia hanya
butuh tiga langkah saja untuk sampai ke rumahnya,karena satu ayunan langkahnya
kini mampu menerbangkannya hingga lima puluh meter ke depan,dan daya lambungnya
hingga dua puluh meter ke atas,ringan bagaikan sehelai bulu angsa ditiup angin yang lembut.
“Assalamu
‘alaikuuum ya ‘Umairoh…”, ia mengucap salam kepada isterinya menirukan salam
Rasulullah kepada Siti Aisyah. Tak ada jawaban dari isterinya lalu ia masuk
melalui pintu samping yang biasa dibuka isterinya kuncinya sebelum melaksanakan
sholat shubuh. Setelah berada di dalam rumah ia mendengar suara lembut
isterinya sedang membaca Surah Arrahman,ya… suara itu begitu merdu dalam
pendengaranya : “ Fabi ayyi ‘aaalaaa
irobbikuma tukazzibaaaan…”, ayat itu berulang dan berulang terus dilantunkan
oleh bibir isterinya sehingga ia begitu terbuai dan terhenyak duduk di lantai
di depan pintu kamar tidur mereka itu. Seluruh persendiannya seolah lepas dari
tungkainya. Betapa lembut dan merdunya suara itu,betapa berkesannya makna yang
terkandung dari Surah yang melantun dari bibir merah itu ; Fabi ayyi ‘aaalaaa irobbikuma tukazzibaaaan,”Nikmat
Allah yang mana lagi yang engkau dustakan ?”. Dengan enteng ia bangkit dan
berniat untuk kembali lagi ke masjid berziikir dengan sahabatnya Yasir yang
pasti belum pulang karena di luar langit masih temaram. Perlahan-lahan karena
takut mengusik kekhusu’an isterinya ia pun beranjak ke luar dan dengan agak
terburu-buru ia terbang ( bukan dalam tanda kutip ) menuju masjid dan, zzziiip
! Tau-tau dia sudah berada di depan pintu masjid.
Niatnya untuk
kembali berzikir di masjid ini agaknya urung karena di dalam masjid ia melihat
ada Sembilan atau sepuluh orang laki-laki yang terdiri dari sahabatnya Yasir,
Jamaluddin Siagian, Sahren Munthe, Syahrul Tambak, Mugimin dan yang lainnya
sedang berkerumun di depan tiang besar tempat ia biasa duduk berzikir. Dalam
hatinya tak sedikit pun rasa heran tentang apa yang dikerumuni mereka dan apa
yang dikerjakan mereka. Kelihatan sahabat-sahabatnya ini sedang sibuk dan panik
, seseorang keluar dengan terburu-buru,seseorang masuk juga dengan
terburu-buru, orang-orang masuk lagi,masuk lagi,masuk lagi bahkan
ibu-ibu,pemuda,gadis remaja, dan anak-anak hingga ruangan masjid menjadi ramai
sementara dia yang berdiri di depan pintu masjid itu tak seorang pun menegur.
Ia tersenyum ,“ Hmm…Allah telah menutupi aku dari pandangan mereka…”,bisiknya
perlahan seolah hanya ada dia dan Allah yang menyaksikan keramaian itu.
Sebahagian
ibu-ibu yang hadir terlihat menangis, seorang laki-laki ada yang bersuara keras
terdengar berkata dengan suara bergetar : “Tenang dulu kamu semua,tenang… orang
sebaik dia…tak mungkin secepat ini dipanggil Allah… kita masih membutuhkan dia
kok…”. Mendengar ucapan seperti itu apalagi dengan suara yang bergetar bukannya
malah menenangkan suasana tapi malah membuat sebahagian orang menangis dengan
suara yang kedengaran seperti lolongan srigala yang kesepian,seperti bunyi
seruling,biola,saxofhon,dan seperti raungan pilu perempuan-perempuan suku asmat
di rimba pedalaman Papua.
Akhirnya puncak
kepanikan itupun dipicu oleh suara berat seseorang , seberat hati yang tak
rela,dicampur air mata yang tak terbendung : “ Inna lillahi wa inna ilaihi
rooji’uuun “. Maka pecahlah udara di ruangan masjid itu,runtuhlah tiang besar
itu memporak-porandakan kubah dan menara,dinding dan mihrab oleh tangis seluruh
yang hadir. “Ini berita besar…! “, fikirnya “ Isteriku harus tau ! “,lalu
dengan sekuat tenaga ia pun melompat dan sampai persis di sebelah isterinya
yang masih hanyut dalam Surah Arrahman. “ Umi, ada yang meninggal di masjid “,
bisiknya ke telinga isterinya. Tapi karena Surah Arrahman begitu kuat mengekang
hati perempuan sholeha itu berita itu mungkin tak menarik sama sekali.Karena
tak ada reaksi dari isterinya ia pun beranjak naik ke tempat tidur menunggu
isterinya keluar dari keindahan Surah Arrahman,tak sampai dua menit setelah ia
merebahkan diri,dia pun tertidur tanpa mimpi,tanpa dengkur,tenang… setenang air
yang mengalir di sungai kecil di tengah hutan yang tak terjamah oleh siapa
pun,tanpa segalanya.
Akhirnya,isterinya
merampungkan bacaannya pada ayat terakhir Surah Arrahman : “Tabaarokasmurobbika
zil jalaali wal ikrooom “ ,”Maha suci nama Tuhanmu,pemilik keagungan dan
kemuliaan”. Terdengar ketukan dan salam di luar,isterinya keluar dari kamar dan
menyambut salam lalu membuka pintu. Seorang ibu yang belakangan diketahuinya
adalah Ibu Marhamah segera memeluk dan menciuminya.
“Ada apa kak ?”.
“Sabar ya buk” .
“Ya,insya Allah
saya sabar”.
“Bapak sudah dipanggil oleh Allah,di masjid”.
“Inna lillahi wa
inna ilaihi rooji’uun”
Meski langit
terasa runtuh,bumi seakan amblas,dan udara menjadi pengap,perempuan ini
berusaha untuk tegar,karena imamnya , ya…suaminya sebulan terakhir ini sering
mengingatkan tentang qadha dan qadhar adalah hak Allah, dan kewajiban kita
untuk tawakkal menerimanya,setelah itu akan menyusul hak kita,yaitu balasan
syurga dari Allah.
“Kak,sampaikan
kepada sahabat-sahabat almarhum,jenazah bapak dibawa ke mari,saya akan
memandikan dan mengkafaninya,tidak usah menunggu anak-anak yang jauh,akan
segera kita kebumikan sebelum zuhur,itu syari’at agama kita yang dicontohkan
baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam”.
Matahari redup
di ujung langit,wanita ini merebahkan dirinya persis disamping suaminya yang
tidur pulas tanpa mimpi.
“Babah…..”,
bisiknya lirih ketelinga bangkai suaminya itu.
Rantauprapat,