Kekuatan Diksi
Pada
Tulisan-tulisan Sri Wulandari
Robbani
Tak banyak yang dapat kujelaskan tentang insan yang bernama
Sri Wulandari yang kutau dulu beliau menggunakan nama Zainab Alkautsar dalam
tulisan-tulisannya tapi kemudian nama itu tak pernah digunakannya lagi . Entah
yang mana nama beliau yang sebenarnya sesuai KTP saya tidak tau juga,dan dalam
tulisan saya ini itu tidak perlu untuk dipanjang-lebarkan sebab saya
sampai jam segini (jam 23.49)
masih mengetik tulisan ini bukan karena nama dan sosok wanita yang sebaya
dengan anak saya paling kecil Syarifah
Muthia Puteri ini,melainkan karena saya suka dengan ungkapan fikiran beliau
tentang apa saja melalui bahasa atau melalui tulisan.
Menurut saya tak banyak orang,atau tak banyak wanita sebaya
beliau yang mampu menulis seindah dan semerdu tulisan beliau sehingga hampir
semua tulisan beliau baik yang tersimpan di Blogspot maupun di facebook beliau,saya
sempat-sempatkan membacanya,meskipun terkadang tulisan- tulisan beliau tidak
jelas lagi apakah puisi atau prosa, apalagi di facebook mungkin hanya tulisan
seorang gadis kepada seorang pemuda yang
tak menarik lagi isinya untuk saya baca,akan tetapi diksinya itulah yang
membuat saya berkeinginan kuat untuk menuliskan tulisan ini bahkan di blogspot
saya yang selalu saya upayakan untuk bertahan di jalur blog religi ini.
Apa itu Diksi ? Diksi
merupakan salah satu cabang ilmu
sastra yang wajib dimiliki oleh seorang penulis sastra karena diksi
merupakan satu bahagian dari
unsur-unsur intrinsik pada sebuah karya
sastra. Diksi adalah pemilihan kata. Coba saya petik sebuah tulisan beliau
di sriwulandarirobbani.blogspot.com berikut ini : “Dan sering sekali,
hujan mewarnai langkah tertatih kita. Berdesakan didalam becak, bertiga
memandangi
hujan dengan tatapan cinta, lalu melangitkan doa dan harapan
pada-Nya. Bahkan tak jarang kita berlarian kecil menghindari tetes rahmat itu,
berteduh dalam derap suara hati. Suatu kali kita pernah sengaja memilih
membersamai hujan dengan duduk manis dibawah dedaun yang berterbangan
serta langit yang telah berubah pekat. Sungguh, kita punya kenangan yang indah
dengan hujan itu. Begitu juga dengan segala doa dan cita yang kita gelar dibawah
rinainya, dengan segala keyakinan pada kekuasaan Allah, kita
meyakinkan diri pada setiap harap itu”.
Coba anda baca petikan tulisan di atas dua tiga kali dan
rasakan keindahan dan merdunya tulisan tersebut karena kekuatan diksi dari
penulisnya , dan bandingkan dengan ungkapan yang sama tetapi dengan diksi yang
sangat lemah di bawah ini :
“Dan sering sekali, hujan
turun ketika kita berjalan bersama.Sehingga kita terpaksa naik becak
berdesakan tiga orang melihat hujan dengan
senang hati, lalu menyampaikan doa dan harapan kepada Tuhan. Bahkan
sering pula kita berlari-lari kecil menghindari hujan, berteduh dan riang
bersama. Suatu kali kita pernah sengaja mandi hujan dengan duduk tenang dibawah
daun-daun yang berterbangan karena angin
kencang serta langit yang mendung.
Sungguh, kita punya kenangan yang indah dengan hujan itu. Begitu juga kenangan kita dengan semua doa dan cita-cita
yang kita ucapkan sambil kita mandi hujan, dengan keyakinan yang kuat pada kekuasaan Allah, kita yakin,doa kita akan
diterima”.
Kedua tulisan itu isi atau maksudnya sama,tetapi tulisan yang di atas pasti anda rasakan lebih
meninggalkan kesan indah di hati anda,dan itulah kekuatan atau daya tarik
sebuah tulisan yang ditulis dengan kemampuan memilih kata yang baik. Perhatikan
kata maupun frasa pada petikan langsung dari tulisan Sri Wulandari yang di bolt
dan dicetak miring ! Itulah kata-kata yang
ditulis oleh Sri melalui proses pemilihan kata yang baik dan piawai yang
tak setiap orang mampu memilih kata seperti demikian.
Masih di sriwulandarirobbani.blogspot.com ; coba
anda simak bagaimana beliau mempermainkan kata sehingga untuk sebuah deskripsi
moment saja pun beliau menggunakan diksi yang puitis sehingga menarik untuk
dibaca.( Entah karena dalam tulisan beliau di bawah ini beliau menyeret habis
juga segenap “hati”nya,nggak tau juga ya… )
Yang
kulakukan hanya menatap sendu setiap mata sahabatku.
Sama halnya dengan cerita ringan yang mengalir di sisi goyangan lidah. Hari ini
menunaikan janji hati untuk mempertemukan jalinan kisah yang selalu mewujud
rindu, berempat mengelilingi meja dengan luapan rasa tanpa raga.
Bukannya sekedar mencari tempat
untuk hanya memanjakan mata dengan hidangan sesuai selera, pilihan tempat
adalah alasan membuat kebersamaan kian terbarui bersama kunjungan asing
kali ini. Pilihan tema yang unik ternyata, baru kusadari bahwa rindang
alam ini yang memaksa hati untuk jujur mengungkap desahnya dihadapan
semua mata cinta sahabatku.
Aliran energi yang keluar dari nasehat
terhadap pilihan dan keyakinan-yang menjadi tema kali ini-ternyata mujarab.
Dari seorang sahabatku yang punya segudang ilmu dan pengalaman ini lah,
pencerahan itu datang menyongsong sore yang kian temaram. Begitu
bijaksananya....
Dalam saung sederhana bernama teduh...
Setiap lantunan desir angin yang menggoyangkan dahan sawit yang membentang dihadapan, mengusik sisi diksi yang menyusup ruang tanpa nama. Adalah sebuah kebisuan yang menghantam saat riuh rendah suara tenggelam dalam temaramnya senja yang mengejar.
Dalam saung sederhana bernama teduh...
Sebenarnya waktu kian berlari cepat memaksa berpisah, namun bukankah ia adalah niscaya? Hingga tak satupun desir angin itu mengabarkan setuju pada jejak menjauh.
Dalam saung sederhana bernama teduh...
Kutemukan rindang di tatap matamu, maka jangan salahkan jika aku memendam rindu padamu, selalu....
* Terimakasih, ketika cinta terselip dalam sebuah saku rindumu.
Setiap lantunan desir angin yang menggoyangkan dahan sawit yang membentang dihadapan, mengusik sisi diksi yang menyusup ruang tanpa nama. Adalah sebuah kebisuan yang menghantam saat riuh rendah suara tenggelam dalam temaramnya senja yang mengejar.
Dalam saung sederhana bernama teduh...
Sebenarnya waktu kian berlari cepat memaksa berpisah, namun bukankah ia adalah niscaya? Hingga tak satupun desir angin itu mengabarkan setuju pada jejak menjauh.
Dalam saung sederhana bernama teduh...
Kutemukan rindang di tatap matamu, maka jangan salahkan jika aku memendam rindu padamu, selalu....
* Terimakasih, ketika cinta terselip dalam sebuah saku rindumu.
Dalam tulisannya yang lain di facebook Sri bertutur :
Pada suatu
sore
19 April 2014 pukul 17:25
Beberapa kali memang saya kerap
dibanjiri protes dan pertanyaan-pertanyaan tentang mengapa hanya untuk menulis saja,
saya harus repot-repot hunting tempat kesana-kemari, hanya untuk menulis,
bahkan yang paling sederhana. Termasuk hanya untuk menuh-menuhin beranda
facebook teman-teman dengan status gak penting saya atau paling banter nulis
sesuatu di note Fb dan di Blog.
Bagi saya yang kerap menjadikan
tulisan sebagai wadah curhat, tentulah akan sama kondisinya dengan suasana hati
ketika menuliskannya. Penyakit saya pribadi adalah seringkali mengalami
kebuntuan akut untuk mewujudkannya dalam bentuk kalimat per kalimat atau lebih
tepatnya bisa membahasakannya secara sederhana agar saya pribadi(terutama)
dapat paham apa yang saya tuliskan.
Karena kebutuhan saya yang sangat akan
curhat dengan menulis inilah, yang membuat kepala saya berasa mau pecah jika
sehari saja tak mengakrabi bait-bait puisi atau sekedar orat-oret di kertas
lusuh. Penyakit buntu dan kekeringan yang sangat ini mengharuskan saya
bisa mengatasi kesulitan untuk bisa menulis, walau apa adanya. Yang penting
hati lega dan dapat tersenyum ikhlas pada dunia(Gaya gue, ampuuun daaah).
Nah ini dia yang membuat kaki saya
amat panjang untuk melangkah kemana-mana, seorang diri.( Lha nanti kalau
ngajak-ngajak orang lain, bisa berabe ntar, karena ujung-ujungnya dia bakal
saya cuekin. Hehehe.) Hobi saya hunting tempat yang enak buat nulis bisa
membuat saya keliling-keliling kota di siang bolong, saat matahari benar-benar
menggigit kulit. Atau dengan konyol keliling kota dengan sepeda motor paling
setia di saat hujan deras melanda. Jika kebanyakan orang sibuk berteduh,
meringkuk di balik-balik dekapan tangannya, saya dengan ikhlas akan membersamai
hujan sampai hujannya bosen ngeliat saya. Hahaha
Inspirasi yang datang di tempat dan
suasana yang berbeda, tentulah akan membuat kita yang menuliskannya merasakan
sesuatu yang berbeda pula. Istilahnya, lebih cetar membahana. :D Disaat
kita ingin menuliskan tentang kenangan kenangan indah yang pernah kita lewati
bersama orang yang tersayang, tentu dengan mengunjungi tempat-tempat yang dulu
pernah menjadi saksi kebersamaan akan menghasilkan sebuah kekuatan lebih.
Dibandingkan jika saat menuliskannya, kita hanya berada di dalam
kamar, hanya sebatas mengingat dan mengenang dari balik dinding batu rumah yang
memisahkan kenyataan dengan kenangan.
Itulah mengapa banyak penulis-penulis
besar yang dengan khusus melakukan perjalanan ke sebuah tempat atau
mengasingkan dirinya ke daerah yang membuatnya nyaman untuk menulis.
Tempat-tempat yang indah, tenang, inspiratif, penuh kenangan mungkin, adalah
destinasi mereka untuk menghasilkan karya.
Terserah pada yang ingin melontarkan
apa kepada siapa. Buat saya, mungkin beginilah caranya saya
berkomunikasi dengan waktu dan keadaan, beginilah saya menulis, beginilah saya
menghargai apapun yang ingin saya bagi. Dan beginilah keunikan yang saya
miliki, lebih sering konyol daripada warasnya.
Nah, saya menyelesaikan note ini juga
di sebuah tempat selain di rumah. Dengan menikmati suasana sore di sebuah
tempat dimana banyak orang-orang berolahraga, ada yang pacaran juga di
sudut-sudut sana, ada yang sedang pamer sepeda antic, ada yang juga sedang
sendirian pasti saya sudah menulis minimal sekali dalam sehari , itu target
saya supaya tidak stress. Hehehehe.
Demikian seorang Sri Wulandari Robbani yang menurut saya sudah dapat dikatagorikan sebagai
seorang penulis sastra dari Kabupaten Labuhanbatu untuk Sumatera Utara,karena
karya-karya beliau yang tersebar baik di Antologi Puisi,di blog , facebook yang
saya baca cukup kuat.
*Sebagai orang tua,tulisan ini saya rekomendasikan kepada : Forum Lingkar
Pena Sumatera Utara,Himpunan Penulis Muda Indonesia Sumatera Utara,dan Asosiasi
Pengarang Penulis Indonesia,Jakarta.
*Ilustrasi foto : Syarifah Muthia Puteri,puteri
bungsu saya.
Rantauprapat,20 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar