meta content='100'http-equiv='refresh'/> ZIKIR & FIKIR: Kekuatan Diksi Pada Tulisan-tulisan Sri Wulandari Robbani

Sabtu, 19 April 2014

Kekuatan Diksi Pada Tulisan-tulisan Sri Wulandari Robbani



Kekuatan Diksi 
Pada Tulisan-tulisan Sri Wulandari
Robbani
Tak banyak yang dapat kujelaskan tentang insan yang bernama Sri Wulandari yang kutau dulu beliau menggunakan nama Zainab Alkautsar dalam tulisan-tulisannya tapi kemudian nama itu tak pernah digunakannya lagi . Entah yang mana nama beliau yang sebenarnya sesuai KTP saya tidak tau juga,dan dalam tulisan saya ini itu tidak perlu untuk dipanjang-lebarkan sebab saya sampai  jam segini                                 (jam 23.49) masih mengetik tulisan ini bukan karena nama dan sosok wanita yang sebaya dengan anak saya  paling kecil Syarifah Muthia Puteri ini,melainkan karena saya suka dengan ungkapan fikiran beliau tentang apa saja melalui bahasa atau melalui tulisan.

Menurut saya tak banyak orang,atau tak banyak wanita sebaya beliau yang mampu menulis seindah dan semerdu tulisan beliau sehingga hampir semua tulisan beliau baik yang tersimpan di Blogspot  maupun di facebook beliau,saya sempat-sempatkan membacanya,meskipun terkadang tulisan- tulisan beliau tidak jelas lagi apakah puisi atau prosa, apalagi di facebook mungkin hanya tulisan seorang  gadis kepada seorang pemuda yang tak menarik lagi isinya untuk saya baca,akan tetapi diksinya itulah yang membuat saya berkeinginan kuat untuk menuliskan tulisan ini bahkan di blogspot saya yang selalu saya upayakan untuk bertahan di jalur blog religi ini.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           Apa itu Diksi ? Diksi  merupakan  salah satu cabang ilmu sastra yang wajib dimiliki oleh seorang penulis sastra karena diksi merupakan  satu bahagian dari unsur-unsur  intrinsik pada sebuah karya sastra. Diksi adalah pemilihan kata.  Coba saya petik sebuah tulisan beliau di sriwulandarirobbani.blogspot.com  berikut ini : “Dan sering sekali, hujan mewarnai langkah tertatih kita. Berdesakan didalam becak, bertiga memandangi hujan dengan tatapan cinta, lalu melangitkan doa dan harapan pada-Nya. Bahkan tak jarang kita berlarian kecil menghindari tetes rahmat itu, berteduh dalam derap suara hati. Suatu kali kita pernah sengaja memilih membersamai hujan dengan duduk manis dibawah dedaun yang berterbangan serta langit yang telah berubah pekat. Sungguh, kita punya kenangan yang indah dengan hujan itu. Begitu juga dengan segala doa dan cita yang kita gelar dibawah rinainya, dengan segala keyakinan pada kekuasaan Allah, kita meyakinkan diri pada setiap harap itu”.                                                                                                                                                                                                       
Coba anda baca petikan tulisan di atas dua tiga kali dan rasakan keindahan dan merdunya tulisan tersebut karena kekuatan diksi dari penulisnya , dan bandingkan dengan ungkapan yang sama tetapi dengan diksi yang sangat lemah di bawah ini :
 “Dan sering sekali, hujan turun ketika kita berjalan bersama.Sehingga kita terpaksa naik becak berdesakan  tiga orang melihat hujan dengan senang hati, lalu menyampaikan doa dan harapan kepada Tuhan. Bahkan sering pula kita berlari-lari kecil menghindari hujan, berteduh dan riang bersama. Suatu kali kita pernah sengaja mandi hujan dengan duduk tenang dibawah daun-daun  yang berterbangan karena angin kencang  serta langit yang mendung. Sungguh, kita punya kenangan yang indah dengan hujan itu. Begitu juga  kenangan kita dengan semua doa dan cita-cita yang kita ucapkan sambil kita mandi hujan, dengan keyakinan yang kuat  pada kekuasaan Allah, kita yakin,doa kita akan diterima”.   
Kedua tulisan itu isi atau maksudnya sama,tetapi  tulisan yang di atas pasti anda rasakan lebih meninggalkan kesan indah di hati anda,dan itulah kekuatan atau daya tarik sebuah tulisan yang ditulis dengan kemampuan memilih kata yang baik. Perhatikan kata maupun frasa pada petikan langsung dari tulisan Sri Wulandari yang di bolt dan dicetak miring ! Itulah kata-kata  yang ditulis oleh Sri melalui proses pemilihan kata yang baik dan piawai yang tak setiap orang mampu memilih kata seperti demikian.
Masih di sriwulandarirobbani.blogspot.com ; coba anda simak bagaimana beliau mempermainkan kata sehingga untuk sebuah deskripsi moment saja pun beliau menggunakan diksi yang puitis sehingga menarik untuk dibaca.( Entah karena dalam tulisan beliau di bawah ini beliau menyeret habis juga segenap “hati”nya,nggak tau juga ya… )

Yang kulakukan hanya menatap sendu setiap mata sahabatku. Sama halnya dengan cerita ringan yang mengalir di sisi goyangan lidah. Hari ini menunaikan janji hati untuk mempertemukan jalinan kisah yang selalu mewujud rindu,  berempat mengelilingi meja dengan luapan rasa tanpa raga.
Bukannya sekedar  mencari tempat untuk hanya  memanjakan mata dengan hidangan sesuai selera, pilihan tempat  adalah alasan membuat kebersamaan kian terbarui bersama kunjungan asing kali ini. Pilihan tema yang unik ternyata, baru kusadari bahwa  rindang alam ini yang memaksa hati untuk jujur mengungkap desahnya  dihadapan semua mata cinta sahabatku.

Aliran energi yang keluar dari nasehat terhadap pilihan dan keyakinan-yang menjadi tema kali ini-ternyata mujarab. Dari seorang sahabatku  yang punya segudang ilmu dan pengalaman ini lah, pencerahan itu datang menyongsong sore yang kian temaram.  Begitu bijaksananya....

Dalam saung sederhana bernama teduh...
Setiap lantunan desir angin yang menggoyangkan dahan sawit yang membentang dihadapan, mengusik sisi diksi yang menyusup ruang tanpa nama. Adalah sebuah kebisuan yang menghantam saat riuh rendah suara tenggelam dalam temaramnya senja yang mengejar.

Dalam saung sederhana bernama teduh...
Sebenarnya waktu kian berlari cepat memaksa berpisah, namun bukankah ia adalah niscaya? Hingga tak satupun desir angin itu mengabarkan setuju pada jejak menjauh.

Dalam saung sederhana bernama teduh...
Kutemukan rindang di tatap matamu, maka jangan salahkan jika aku memendam rindu padamu, selalu....
* Terimakasih, ketika cinta terselip dalam sebuah saku rindumu.

Dalam tulisannya yang lain di facebook  Sri bertutur :
Pada suatu sore
19 April 2014 pukul 17:25
Beberapa kali memang saya kerap dibanjiri protes dan pertanyaan-pertanyaan tentang mengapa hanya untuk menulis saja, saya harus repot-repot hunting tempat kesana-kemari, hanya untuk menulis,  bahkan yang paling sederhana. Termasuk hanya untuk menuh-menuhin beranda facebook teman-teman dengan status gak penting saya atau paling banter nulis sesuatu di note Fb dan di Blog.
Bagi saya yang kerap menjadikan tulisan sebagai wadah curhat, tentulah akan sama kondisinya dengan suasana hati ketika menuliskannya. Penyakit saya pribadi adalah seringkali mengalami kebuntuan akut untuk mewujudkannya dalam bentuk kalimat per kalimat atau lebih tepatnya bisa membahasakannya secara sederhana agar saya pribadi(terutama) dapat paham apa yang saya tuliskan.     
Karena kebutuhan saya yang sangat akan curhat dengan menulis inilah, yang membuat kepala saya berasa mau pecah jika sehari saja tak mengakrabi bait-bait puisi atau sekedar orat-oret di kertas lusuh.  Penyakit buntu dan kekeringan yang sangat ini mengharuskan saya bisa mengatasi kesulitan untuk bisa menulis, walau apa adanya. Yang penting hati lega dan dapat tersenyum ikhlas pada dunia(Gaya gue, ampuuun daaah).
Nah ini dia yang membuat kaki saya amat panjang untuk melangkah kemana-mana, seorang diri.( Lha nanti kalau ngajak-ngajak orang lain, bisa berabe ntar, karena ujung-ujungnya dia bakal saya cuekin. Hehehe.) Hobi saya hunting tempat yang enak buat nulis bisa membuat saya keliling-keliling kota di siang bolong, saat matahari benar-benar menggigit kulit. Atau dengan konyol keliling kota dengan sepeda motor paling setia di saat hujan deras melanda. Jika kebanyakan orang sibuk berteduh, meringkuk di balik-balik dekapan tangannya, saya dengan ikhlas akan membersamai hujan sampai hujannya bosen ngeliat saya. Hahaha
Inspirasi yang datang di tempat dan suasana yang berbeda, tentulah akan membuat kita yang menuliskannya merasakan sesuatu yang berbeda pula. Istilahnya, lebih  cetar membahana. :D Disaat kita ingin menuliskan tentang kenangan kenangan indah yang pernah kita lewati bersama orang yang tersayang, tentu dengan mengunjungi tempat-tempat yang dulu pernah menjadi saksi kebersamaan akan menghasilkan sebuah kekuatan lebih. Dibandingkan jika saat  menuliskannya,  kita hanya berada di dalam kamar, hanya sebatas mengingat dan mengenang dari balik dinding batu rumah yang memisahkan kenyataan dengan kenangan.
Itulah mengapa banyak penulis-penulis besar yang dengan khusus melakukan perjalanan ke sebuah tempat atau mengasingkan dirinya ke daerah yang membuatnya nyaman untuk menulis. Tempat-tempat yang indah, tenang, inspiratif, penuh kenangan mungkin, adalah destinasi mereka untuk menghasilkan karya.
Terserah pada yang ingin melontarkan apa    kepada siapa. Buat saya, mungkin beginilah caranya saya berkomunikasi dengan waktu dan keadaan, beginilah saya menulis, beginilah saya menghargai apapun yang ingin saya bagi. Dan beginilah keunikan yang saya miliki, lebih sering konyol daripada warasnya.
Nah, saya menyelesaikan note ini juga di sebuah tempat selain di rumah. Dengan menikmati suasana sore di sebuah tempat dimana banyak orang-orang berolahraga, ada yang pacaran juga di sudut-sudut sana, ada yang sedang pamer sepeda antic, ada yang juga sedang sendirian pasti saya sudah menulis minimal sekali dalam sehari , itu target saya supaya tidak stress. Hehehehe.                                                                                                                                                         
Demikian seorang  Sri Wulandari Robbani yang menurut saya sudah dapat dikatagorikan sebagai seorang penulis sastra dari Kabupaten Labuhanbatu untuk Sumatera Utara,karena karya-karya beliau yang tersebar baik di Antologi Puisi,di blog , facebook yang saya baca  cukup kuat.

*Sebagai orang tua,tulisan ini saya rekomendasikan kepada : Forum Lingkar Pena Sumatera Utara,Himpunan Penulis Muda Indonesia Sumatera Utara,dan Asosiasi Pengarang Penulis Indonesia,Jakarta.      
*Ilustrasi foto : Syarifah Muthia Puteri,puteri bungsu saya.
Rantauprapat,20 April 2014




                                                                                                                                                                                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar